Pembalasan
Saat malam itu, seorang gadis kecil
terpaku di sudut pintu yang sudah lama ditancapkan bersama tembok disampingnya.
Saat itu, dia tak tahu apa yang harus dia lakukan selain diam terpaku di situ
dan menangis menatap darah didepannya yang berceceran dari tubuh Handoyo, kakek
gadis itu. Di rumah ini, tak ada seseorang lagi selain dia dan kakeknya yang
terbujur lemah di lantai, semua pergi entah kemana, yang gadis itu tahu hanya
disuruh pergi bermain ke rumah temannya oleh sesosok tubuh didepannya ini dan
saat dia kembali semuanya jadi begini.
“KREEEK..
KREEEK..” suara pintu depan yang dibuka.
Pasti mereka
sudah datang, akhirnya.. aku takut! Batinnya.
Dia ingin langsung berteriak agar mereka tahu secepatnya, tapi dia urungkan
niatnya itu karna dia mendengar suara orang berbicara, itu bukan suara mamanya,
papanya, ataupun neneknya.
Mereka siapa?
Batinnya.
“Semua yang ada
sudah kau gasak belum?” kata seseorang dengan suara yang besar.
“Tentu. Semuanya
sudah aku ambil, tapi tinggal satu lagi yang belum.” Kata seseorang temannya
“Apa itu?”
“Si tua bangka
dikamar tadi. Kau tak lupa kan?”
“Oh, dia? Aku tak
kan lupa, ayo kita bereskan dia!”
Suara tapak kaki
kedua orang itu semakin dekat, dia kelihatan sangat panik sekali, lalu
cepat-cepat dia bersembunyi di balik lemari yang berada antara 2m dari
posisinya saat itu. Selang beberapa detik kemudian, terlihat tubuh kakeknya
digeret keluar oleh kedua orang itu yang kedua-duanya memakai penutup kepala
berwarna hitam sehingga menutupi seluruh wajahnya selain kedua matanya. Walau
suasana didalam ruangan itu agak gelap, tapi dia bisa melihat jelas tato dua
gambar naga melingkar yang menyemburkan api ke atas dan bawah yang menghiasi
pegelangan tangan kiri milik salah seorang yang berpawakan kekar di depannya
itu.
Aku tak kan
meninggalkanmu lagi kakek! Batinnya.
✿✿✿
Pagi hari di Bandung.
Terlihat banyak
orang yang lagi berolahraga ria di jalan-jalan. Jelas saja, hari ini kan hari
minggu, hari yang enak buat jogging, bersepeda, bulu tangkis, atau cabang olah raga lainnya. Banyak banget penduduk
yang berkumpul disini yang menikmati weekendnya, nggak hanya ada yang cuma mau
olahraga yang ada disini, banyak juga yang menikmati weekendnya dengan
duduk-duduk saja atau hang out sama pasangannya masing-masing.
Di arena cabang
olahraga bola basket, terlihat seorang cewek yang lagi main atau yang lebih
tepat saling rebut bola bersama para cowok-cowok. GILA! Di sudut lapangan, duduk seorang cewek
berpawakan ramping dan berambut hitam sebahu yang lagi ngosngosan dan megangin
perutnya.
“Kin... Kiana...
gila lo ya.. masih kuat lo Kin?” teriaknya.
Cewek yang tadi
dipanggil Kiana yang tadinya mendrible bola langsung melayangkan bola dengan
jurus andalannya yaitu three point yang diakhirinya dengan sempurna dan langsung
menoleh ke arah suara yang memanggilnya tadi berasal dengan mengibaskan
rambutnya yang panjang dan hitam, rambutnya juga diikat di belakang dengan pita
pink yang imut ke arah temannya itu.
“Ada apa sih?
Ngganggu banget sih lo?”
“Lo gak setia
kawan!” katanya sambil manyun.
“Muri.. Muri..”
Kiana geleng-geleng kepala.
“Ngapain lo pakek
acara geleng-geleng segala?”
“Habis.. elo yang
nggak kuat main, eh.. malah gue yang disalah-salahin..”
Manyunnya Muri
tambah maju aja denger kata-kata Kiana barusan. Tapi memang Muri staminanya
nggak sekuat Kiana, makanya dia sering marah-marahin atau ngambek nggak jelas
sama Kiana.
“ Malu tau! Masak
di depan cowok-cowok gue kalah sama lo?”
“ahahaha.. ya
udah, balik aja deh kalo gitu..” sambil menuangkan senyum manis dari bibirnya
yang menghasilkan lesung pipi di bagian kirinya, dia mengulurkan tangan
kanannya ke arah Muri yang duduk.
Di parkiran,
Kiana sedang membuka pintu mobilnya, mobil sport jenis SUV (Sport Utility
Vehicle) warna putih yang sangat dia sayangi. Setelah keluar dari parkiran,
Muri masuk mobil dan mobil itu pun langsung melejit cepat menyusuri jalan.
✿✿✿
“You are my best
friend, Kin... ^o^” cuap-cuap Muri
“Hmm.. iya..
iya.. gue tau.. Muri si my best friendku tersayang..”
Wajahnya Kiana
makin bete aja gara-gara si Muri yang dari tadi bilang makasihlah, nyebut-nyebut
Kiana yang best friend terbaiklah, apalah.
Ribut ! Jadi risih gue! Si Muri nyebelin! Batin Kiana
“Ahahahahaha..
ngapain lo tekuk segala wajah lo tuh? Jelek tau!”
“Tau aa...”
“Nanti Arga nggak
nempel lagi lho...”
“Apa sih?”
“Ngaku aja deh
Kin... gue kan sahabat lo.. masak masih nggak percaya sama gue..”
“Dia nggak suka
sama gue!” ekspresi wajah Kiana kelihatan sedih.
“Itu belum tentu,
Kin... Lo suka sama dia kan?”
Mendengar
kata-kata yang di katakan Muri, Kiana menghela nafas. Dengan mendadak dia
mengerem mobil sport miliknya itu dan menundukkan kepala. Muri yang masih belum
pulih dari kagetnya akibat pengereman mendadak yang dilakukan Kiana barusan
bertambah kagetnya melihat Kiana yang sepertinya sedang meneteskan air matanya.
“ke... kenapa
Kin?” kata Muri sambil mengelus-elus rambut sahabatnya itu.
“IYA... BENER..
GUE EMANG SUKA BANGET SAMA ARGA!!!” teriak Kiana yang terus meneteskan air
matanya.
✿✿✿
Seseorang
laki-laki jangkung yang duduk tersandar di bawah pohon kelapa sendirian
ditemani oleh semilirnya
angin sawah. Dia memandangi figura yang berisi foto seseorang cewek cantik berambut hitam panjang yang tergurai dan
terhiasi jepit warna biru muda berbentuk bunga di sebelah kanan, di foto itu,
cewek itu tersenyum manis dan menghasilkan lesung pipi di sebelah kiri.
“Kapan gue bisa
milikin lo?”
✿✿✿
Walau Kiana udah clear nangisnya, tapi dia masih kelihatan
terisak. Saat sudah memasuki ruang. tengah, terlihat sesosok wanita berambut
pendek yang mulai beruban sedang duduk termenung di sofa empuk berwarna coklat
yang diletakkan di samping vas bunga mawar merah.
“Mama... “
panggil Kiana dengan keras namun lembut.
Wanita yang di
panggil mama oleh Kiana itu tetap diam saja, tanpa menoleh, tanpa bersuara.
Sepontan Kiana langsung berlari menghampiri wanita yang dia panggil mama dan
memeluknya.
“Mama... jangan
gini terus dong ma... Mama...”
Sambil terus
memeluk mamanya, Kiana menuangkan air matanya dipelukan sang mama.
✿✿✿
“Pak, bagaimana
pencarian ayah dan anak saya? Apakah sudah ditemukan?” tanya seorang wanita
pada KASAT Reserse Polisi di TKP.
“Belum nyonya...
maaf, kami masih dalam proses pencarian...”
Mendengar jawaban
KASAT Reserse Polisi tersebut, nyonya Widya menampakkan ekspresi wajah yang
menandakan ketidak puasannya pada kinerja polisi.
“Apa? Aku tak
bisa menunggu lagi... pasti mereka sedang dalam bahaya, aku harus menemukan
mereka secepatnya!” bentak nyonya Widya.
Memang pencarian
ini sangat memakan waktu, sudah lewat 24 jam lebih para polisi yang dikerahkan
mencari dan tak mendapatkan hasil sama sekali. Maklum saja nyonya Widya
marah-marah dan merasa tidak puas pada polisi.
Melihat istrinya
yang tak bisa mengontrol emosinya, dengan cepat pak Rudi memeluk istrinya itu
dan mulai menenangkannya. Pikir pak Rudi, dengan menenangkan istri tercintanya
itu, pasti bisa meredakamkan emosinya, tapi dugaannya salah, malahan istrinya
menumpahkan tangisannya di bahunya sampai terisak-isak.
“Tenang sayang...
kita harus percaya pada pihak kepolisian dan tim SAR , mereka akan melakukan
semaksimal mungkin untuk menemukan ayah dan anak kita, kita hanya tinggal berdo’a
pada yang diatas.” Tutur sang suami.
“Benar nyonya,
kami akan berusaha sebaik-baik mungkin.”
“Tidak! Kalian
tak mau mencarinya saat ini, aku akan mencarinya sendiri!”
“Jangan nyonya!
Itu sangat berbahaya! Kami memberhentikan pencarian karna hujannya semakin
lebat dan jika kita melanjutkan pencarian menuju hutan, itu malah akan
membahayakan para kru pencarian!” tegas sang KASAT Reserse Polisi.
“Ke hutan?” tanya
pak Rudi yang masih memeluk istrinya.
“Benar tuan, kami
sudah mencari di penjuru desa dan tidak menemukan apa-apa. Kemungkinan, mereka
ada di hutan!”
Setelah mendengar
informasi dari KASAT Reserse Polisi itu, nyonya Widya langsung mengibaskan
pelukan suaminya dan lari menuju hutan.
✿✿✿
Ketemu! Batinnya.
Kiana langsung
berjalan dengan gaya atlet olahraga jalan cepat benghampiri Muri yang lagi
nyengir-nyengir sendiri di depan notebook warna pink merek VAIO miliknya yang
udah di-connect dengan wi-fi yang disediain sama kampus buat browsing-browsing di dunia maya sebagai penunjang belajar, tapi
nggak buat si anak satu ini yang menggunakan internet buat jejaring sosial aja. www.facebook.com atau www.twitter.com yang udah jadi menu makanan utama setiap hari
buat Muri.
“MURI!!” teriak
Kiana di kuping Muri yang dari tadi nggak menyadari kehadirannya.
“Aaaawwww!!”
jerit Muri nggak kalah kerasnya sama teriakan Kiana.
“Lo tuh ya...
lancang banget bongkar-bongkar tas gue...”
“Bongkar-bongkar?
Bongkar muat kali...” celetuk Muri sambil nyengir kuda.
Dari ekspresi
wajah Kiana yang mendengar jawaban sahabatnya ini tergambar kalau Kiana lagi bete sama tuh anak.
“Balikin! Battery Low!”
“Udah gue charger! Nih liat, Fully Charged!”
“Gue mau ngecek
hasil tugas gue yang mau dikumpulin nih.”
Kelihatannya Muri
nggak memperhatikan perkatakan Kiana dan lebih menfokuskan pikirannya pada twitter-nya.
“Waaaw...” teriak
Muri kegirangan.
“Ngapain lo? Lo
kerasukan?”
“Ngaco! Lihat
nih... Followers gue 119,inikan tanggal lahir gue... tanggal
11 bulan 9, waw!”
Dasar Muri! Hal
sepele jadi gede! Batinnya
“Kin, lihat deh
yang nge-follow gue... bukannya
ini Arga?”
Tunjuk Muri di
subah foto seorang laki-laki yang tampil di layar notebook-nya, karena tak begitu jelas, Kiana
mendekatkan wajahnya ke layar. Dia melihat sang pengisi hatinya, dia langsung
tertunduk dan spontan lari aja ke arah ambang pintu.
“BRUUK!!”
Kiana tersungkur
ke lantai akibat tabrakan dengan seorang cowok jangkung, Kiana nggak sempat
melihat wajahnya, yang dia pikirkan saat itu adalah memunguti buku-buku cowok
itu yang bernasib sama dengannya, jatuh ke lantai. Dia merasa nggak enak banget
sama cowok jangkung itu, dia kan yang salah, lari-lari nggak lihat jalan.
Cowok itu juga
ikut memunguti bukunya dengan tergesa-gesa. Pada saat sampai pada buku terakhir
yang tersisa di lantai, tanpa sengaja tangan Kiana memegang tangan cowok
jangkung yang udah duluan mendarat di buku itu. Sepertinya disaat itu juga,
waktu serasa berhenti untuk kedua sejoli ini, sangat nyaman terhentinya waktu
itu, sangat amat nyaman. Sepertinya Kiana mencoba menarik tangannya yang nyangkut di tangan cowok itu, tapi kayak ada
medan magnet yang mengelilingi tangan cowok itu sehingga serasa tangan Kiana
tertarik dan tak bisa lepas. Dengan refleks melihat tangan mereka berpegangan,
mereka berdua bertatapan dan beradu tatapan.
“A... Arga?”
✿✿✿
Terlihat sesosok
cewek berambut panjang yang dibiarkan tergerai dengan dihiasi jepit berbentukrainbow yang sedang duduk sendiri sambil membaca
novel ciptaan Agatha Christie yang lumayan tebal dengan serius. Tiba-tiba dari
arah belakang, tepukan tangan seseorang telah membuyarkan keseriusannya.
“Hayyoo... serius
amat..”
Muri menampakkan
dirinya dengan membawa bola basket warna coklat tua merek Mikasa miliknya yang
dia tenteng di tangan kanannya.
“Ngapain lo
disini? Nggak ikut kuliah lo?” tanya Kiana agak sewot.
“Seharusnya yang
tanya gitu itu gue... ngapain lo disini?”
“Males aja...”
“Ya udah yuk...
maen basket aja, gue uda bawain bolanya nih...”
“Lo pinter juga
buat ide...”
“Gue gitu...
hehehe...” JJ
Senyum khas Kiana
yang menampakkan lesung pipi di kiri kembali nampak lagi, nggak kayak tadi,
cemberut aja.
“Tunggu Mur...
ada yang mau gue omongin sama lo...” suara Kiana menghentikan Muri.
“Ada apa Kin? Ada
masalah? Cerita aja... gue siap kok..”
“Yyeee.. gue cuma
mau minta ikat rambutnya doang kok, risih nih...”
Sambil mengibas-
ngibaskan wajah dan lehernya yang kelihatan mengeluarkan keringat
“Yaelah.. gue
kirain masalah Arga...”
“Jangan bahas itu
dong...” pinta Kiana.
“Oke... Oke... O,
iya... nanti kita ada kerja kelompok di rumahnya... rumahnya... siapa ya tadi?
Lupa gue!”
Dasar! Batin Kiana
✿✿✿
Halte, samping kampus.
“Kenapa kita naik
minibus?”
“Kita kan mau
kerumahnya Arga bareng temen-temen yang sekelompok dengan kita, mereka kan naik
minibus... masak kita naik mobil? Kan nggak enak Kin...”
“Apa? Arga?”
Mendengar
penuturan dari Muri barusan dia langsung kaget, beda banget sama penuturannya
tadi. Tadi ngomongnya nggak lancar,lha sekarang malah lancar banget.
Kurang ajar! Gue
dikerjain! Batinnya.
✿✿✿
Desa Kenangi,
Bandung
Pertama aku
menampakkan kakiku di depan rumahnya, disini serasa pikiran-pikiran yang telah
melekat pada beban hatiku serasa lenyap bersama indahnya suasana saat itu, aku
sudah tak mempedulikan fikiranku atau hatiku itu yang kupedulikan saat ini
hayalah suasana disini yang sangat sejuk, dikelilingi sawah yang terhampar luas
dengan padi yang mulai menguning dan ditambah
dengan alunan kicauan burung dan semilirnya angin sawah yang telah membiusku
merentangkan tangan dan menuangkan senyum ceria di
raut wajahku, nyaman.
“Guys... aku
jalan-jalan bentar ya... bolehkan? Lagi pula kan Arganya belum datang...”
“Jangan Kin...
kamu kan nggak tau daerah sini.” Kata seorang cowok jangkung berambut keriting,
Aldo.
“Ya udah... gue
ikut elo aja ya Kin...” pinta Muri.
“Iya... bener
tuh... mending lo pergi sama Muri aja deh Kin...” sekarang seorang cewek
berambut ikal ikut angkat bicara.
Sebelum memulai
pembicaraannya lagi, Kiana menghela nafas panjang dan menggeleng-geleng dengan
cepat.
“Nggak... gue
nggak mau! Gue mau pergi sendiri!” dengan nada khas ngeyelnya Kiana.
Kiana lari dengan
cepat menuju hutan tanpa mendengarkan perkataan teman-temannya.BENER-BENER
KEBANGETAN NIH ANAK!
✿✿✿
Kakek? Mana kakek
tadi? Mana dua orang tadi? Mana mereka? Tadi mereka kearah sini kan? Pertanyaan
yang dilimpahkan dari seorang gadis kecil terlontar dari batinnya.
“Hai anak
manis... sedang apa di hutan malam-malam begini? Sedang main petak umpet dengan
kakekmu ya?”
Mendengar ada
seseorang yang berbicara dibelakangnya, tanpa menoleh, gadis itu langsung
berlari secepat mungkin untuk menghindari para perampok yang mengajarnya.
“Dia mana?”bentak
seseorang dengan suara yang besar.
“Kau hanya
marah-marah saja! Cepat bantu!”
“Kau tak lihat?
Aku juga sedang mencarinya!”
Mama... Papa...
Nenek... Kiana takut!Kiana harus gimana? Batin gadis kecil itu.
“BUUUKKK!!!”
“Aaaaawww” jerit
gadis itu yang dipukul dikepala bagian atas dengan balok kayu 5cm x 5cm dengan
keras sehingga gadis itu pingsan bersimbah darah dari atas kepalanya ditambah
juga dengan terbenturnya dia di batu yang lumayan besar di bagian keningnya
akibat tak kesadaran dirinya karna pengaruh pukulan barusan yang membuatnya
tersungkaur di tanah.
✿✿✿
Hujan turun
dipekarangan rumah Arga, makin deras, dan deras lagi.
“Mana Kiana?”
tanya Arga pada teman sekelompoknya.
“Eeee... itu
Ga... Ke...” jawab Aldo yang gugup nggak bisa nerusin kata-katanya.
“Kemana Do?
Mur... mana guys? Jangan diem aja dong...”
“Kiana pergi ke
hutan!” kata Muri angkat bicara.
“Apa? Kenapa
nggak kalian cegah? Di hutan itu bahaya... sekarang juga lagi hujan, gue akan
jemput dia! Tunggu disini!”
✿✿✿
Terdengar
rintihan tangis dari arah hutan, terliahat sesosok cewek lagi meringkuk dibawah
pohon yang tak bisa melindunginya dari serangan hujan yang dari tadi telah
melanda. Sambil memegangi kepalanya yang sangat sakit yang tak tahu kenapa
penyebabanya, dia menangis dan kadang-kadang sampai berteriak karena tak tahan
menahan sakit yang luar biasa itu, sekilas dia melihat dua laki- laki yang
bertopeng hitam yang menutupi wajah mereka dihadapannya dengan membawa sesosok
tubuh yang digeret di dalam ingatannya. Penampilannya sekarang yangawut-awutan dan banyak lumpur yang menyelimuti
badannya yang telah membuatnya tak seperti Kiana lagi.
“Butuh tumpangan mbak?”
Melihat ada
seseorang dihutan ini selain dia, dia tampak terbantu dengan keadaannya saat
ini. Diam-diam dia menampakkan senyuman kecil di balik rasa sakitnya.
Arga?
“Makasih ya Ga...”
“Nih... pakek jas
hujannya.” Sodor sebuah jas hujan ke arah Kiana.
✿✿✿
Di tengah hujan
lebat, Kiana dan Arga berboncengan dengan sepedah yang dibawa Arga tadi. Ini
seperti berada di ruang waktu merek berdua yang serasa milik dua sejoli ini.
Arga tadi bilang sesuatu yang dari tadi diingat-ingat Kiana yang udah di replay beberapa kali sama Kiana dipikarannya.
“Kamu kenapa?
Kamu pusing?”
Aku hanya
mengangguk pelan sambil menahan sakit di kepala.
“Kamu pegang
pinggangku ini ya... biar kamu nggak jatuh karna menahan pusing.” Kata Arga
padaku dengan senyum yang membuatku serasa terhipnotis untuk mengangguk. Di
pegangnya tanganku dan menempatkannya pas di pinngangnya. Tanpa sadar,
jantungku berdetak kencang saat memeluk Arga, rasanya hatiku sedang
berbunga-bunga.
✿✿✿
Saat melewati
sebuah rumah model kuno yang sudah sangat lapuk dan kosong tidak dihuni oleh
manusia yang pastinya kebanyakan orang tidak tertarik dengan rumah kuno itu,
tapi tidak buat si cewek satu ini, Kiana. Kiana melepaskan rangkulannya dari
pinggang Arga dan dengan lemas, dia terjatuh dari sepeda dan tergeletak kesakitan ditanah.
“Aaaaww!!”
Menyadari Kiana
yang tak lagi ada di bangku boncengannya, dengan cekatan Arga melepaskan
pegangannya pada setir sepedahnya dan berlari menuju Kiana yang tergeletak di
tanah.
“ Kin... Kiana...
lo kenapa Kin? Buka mata lo!” kata Arga dengan panik.
Mendengar tak ada
jawaban dari Kiana atau respon gerakan padanya, dengan sigap dia menggendong
Kiana ke rumah model kuno dibelakangnya.
✿✿✿
“AYAH!! KIANA!!
KALIAN DIMANA?”Teriak nyonya Widya yang diiringi lantunan hujan yang
menemaninya di hutan itu saat ini.
Beberapa menit
kemudian setelah nyonya Widya mereplay teriakannya, lalu dia mengganti
kata-katanya.
“AYAH!! KIANA
ANAKKU!! INI AKU, WIDYA... JIKA KALIAN DENGAR TERIAKKAN SESUATU PADAKU!!”
“AYAH!! KIANA!!
SABAR YA.. AKU AKAN MENEMUKAN KALIAN!!”
Segala teriakan
dari mulut sang anak sekaligus sang ibu ini terus dan terus terlontar darinya
yang sendari tadi tak henti-hentinya menangis.
“AYAH!! KIA...”
teriaknnya terhenti saat nyonya Widya seperti melihat bayangan dua tubuh
dibawah pohon,sambil mengernyitkan dahi dan mengusap-usap wajahnya yang telah
terkontaminasi oleh air hujan sekaligus air yang keluar dari matanya, nyonya
Widya mencoba untuk berlari dengan secepat-cepatnya walau terdapat lumpur yang
menghalangi langkah kakinya.
“Ayah... Anakku
Kiana... apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian terikat disini? Kenapa?”
tanya nyonya Widya dengan diiringi tangisannya yang tak bisa berhenti pada
kedua insan yang ada dihadannya dengan posisi terduduk di lumpur yang terikat
di pohon.
“TOLONG!
TOLOOONG!! SIAPA SAJA.. TOLOONG!!” sambil membebaskan ikatan tali mati seperti anggota
pramuka, nyonya Widya terus berteriak meminta pertolongan seseorang, jika ada.
Kemudian, dengan tak sengaja para kru polisi dan tim SAR yang tadinya
dihentikan dalam pencariannya oleh KASAT Reserse Polisi sekarang dikerahkan
lagi karna nyonya Widya yang nekat mencari kedua korban. Pak Rudi sebagai sang
pembujuk KASAT Reserse Polisi agar melakukan pencarian dengan segera juga
mengikuti di belakang.
Dokter menyatakan
bahwa kakek Handyo meninggal akibat keluarnya banyak darah akibat pukulan benda
tumpul, disamping sudah banyak mengeluarkan darah di kamarnya, katanya kakek
juga mengeluarkan banyak darah pada saat diikat dihutan, itulah penyebab kakek
tak bisa diselamatkan. Sebenarnya aku juga mengalami banyak pendarahan dari
kepalaku yang juga diakibatkan oleh benda tumpul yang barang buktinya, telah di
temukan berupa kayu balok yang kira-kira berukuran 5cm x 5cm, untung saja aku
masih bisa di selamatkan, tapi kata mama, aku mengalami amnesia saat itu,
padahal kata mama aku adalah kunci untuk mengungkap siapa perampok itu
sebenarnya. Itulah cerita mama saat itu padaku sebelum mama menjadi pendiam dan
jarang bicara seperti saat ini.
“Ceritamu sungguh
mengerikan Kin... pasti kamu sangat menderita waktu itu...”
“Sebenarnya...
rumah ini adalah tempat perampokan itu terjadi dan juga hutan itu... hutan
itu... tempat terikatnya aku!” kata Kiana memulai ledakan tangisnya.
✿✿✿
Hujan telah reda,
rasanya sejuk sekali disini. Arga membawa Kiana berkeliling, dia bilang
temen-temen sudah selesai mengerjakan tugas, sepertinya mereka sudah pulang
semua. Walaupun begitu, Kiana masih merasa nggak enak sama temen-temen, tapi
Arga yang selalu menenangkannya.
“Nggak papa kok
Kin... mereka juga maklum...”
“Iya...” sambil
memancarkan senyuman Kiana yang khas.
Kiana sangat
nyaman berada disamping Arga, bersamanya, pelukannya, kata-katanya, semuanya.
✿✿✿
Seorang laki-laki
berbadan besar dan bertato menghadang sepedah yang kami tumpangi, dia datang
menghampiri kami dengan wajah
marah.
“ARGA!!”
bentaknya pada Arga.
Aku tak mendengar
lagi perkataan dua insan yang ada di hadapanku ini, dia hanya memikirkan
kejadian masalalunya yang dilakukan dua penjahat pada keluarganya. Dan salah
satunya adalah seseorang laki-laki berbadan kekar bertato, tato dua gambar naga melingkar yang
menyemburkan api ke atas dan bawah yang menghiasi pegelangan tangan kirinya.
Aku terus melihat lelaki yang membentak Arga. Seketika itu aku sangat ketakutan
melihat tato yang menghiasi pergelangan tangan kirinya.
Dia? Balas
dendam... akan kulakukan padamu sekarang juga!
✿✿✿
Dear diary...
Lama aku nggak lagi nulis diary seperti biasanya saat 5 tahun aku
dipenjara.
setelah aku dibebaskan, aku sangat bahagia...
Aku tak menyangka Arga mau memberikan keringanan penjara untukku atas semua
perlakuanku pada Ayahnya, aku membunuhnya.
Aku tak tau harus melakukan apa,dia maklum atas semua itu, dia rela.
Mungkin karna atas perilaku ayahnya yang telah membuat kakek meninggal,
membuatku menjadi amnesia dan membuat mama mengalami gangguan jiwa. Dia
menyadari atas kesalahan ayahnya pada keluargaku
Aku sangaaaaat mencintainya... sangat... sangat...
Dia tak pernah membenciku, malahan setiap hari dia menjengukku waktu aku
masih di penjara...
Cintanya tak pernah pudar padaku walau aku telah membunuh ayahnya...
Aku juga mencintaimu, Arga..
Terima kasih atas semuanya...
✿✿✿
ABOUTME
Hi all. This is Windy from Banyuwangi. I study at Senior High School grade 12 (when I write this). So, WELCOME to my blog and thanks for visiting. Enjoy!!







0 komentar:
Posting Komentar
komen.nya ditunggu nih ^^
no spam loh yaa